Selasa, 04 Juli 2017

Perbandingan Performa RB450G,RB850Gx2 dan RB750Gr3

Ada yang baru dari produk Mikrotik. Penasaran produk baru seperti apa yang diperkenalkan oleh Mikrotik. Bagi yang mengikuti MUM di Indonesia 2016 lalu pasti tahu. Benar, produk tersebut adalah RB750Gr3 atau biasa disebut juga dengan hEX. RB750Gr3 ini adalah produk routerboard penerus dari seri RB750GL. Apabila dilihat dari segi tampilannya hampir sama dengan RB750Gr2, namun untuk spesifikasi hardwarenya jauh lebih tinggi. Routerboard RB750Gr3 ini merupakan pembaharuan dari routerboard RB750Gr2 yang statusnya sekarang sudah discontinued. Kemudian yang menjadi pertanyaan, bagaimana performanya bila dibandingkan dengan seri RB450G dan RB850Gx2? Mungkin diantara kita ada yang penasaran dan masih bingung dalam menentukan pilihan mana yang lebih baik dari kedua produk tersebut. Nah, sekarang kita akan mencoba membandingkan performa antara RB450G, RB850Gx2,dan RB750Gr3 yang ketiganya sama-sama sudah gigabit ethernet.
Dibandingkan dengan RB450G dan RB850Gx2, routerboard RB750Gr3 menggunakan processor baru yakni MediaTek 2 Core 4 threads dengan arsitektur MMIPS. Dari segi kapasitas prosesornya, RB750Gr3 masih diatas RB450G dan RB850Gx2. Namun, RB450G dan RB850Gx2 memiliki stored media sebesar 512MB NAND yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan RB750Gr3 yang hanya sebesar 16MB NAND. Sedangkan pada RB850Gx2 memiliki RAM yang lebih tinggi dibanding dengan RB450G dan RB750Gr3 yakni sebesar 512MB. Menariknya, pada RB750Gr3 sudah dilengkapi adanya slot USB yang tidak ada di RB450G dan RB850Gx2. Selain itu, perangkat RB750Gr3 ini juga bisa dijadikan server untuk monitoring jaringan menggunakan the dude.
Pada RB450G dan RB850Gx2 sudah dilengkapi dengan RouterOS level 5 sedangkan RB750Gr3 hanya dilengkapi dengan RouterOS level 4. Detail spesifikasi antara ketiga produk tersebut bisa dilihat disini. Nah, selanjutnya kita akan coba membandingkan performa dari ketiga router tersebut.
Test 1 - Konfigurasi Dasar
Pada tahap pertama ini, kita akan coba melakukan test bandwith dengan menggunakan konfigurasi standart (Plain). Jadi, hanya konfigurasi IP Address saja yang ditambahkan tanpa ada queue tree maupun mangle didalamnya. Lalu, bagaimana hasilnya?
Pertama, kita akan mencoba melakukan pengetesan pada router RB450G. Kemudian dilihat dari performa hardwarenya, terutama pada resource CPU dan juga besar trafik yang mampu dilewatkan (Full Duplex) adalah sebagai berikut 

  

Ketika kita coba melewatkan trafik dengan speed sekitar ±300Mbps secara full duplex, terlihat penggunaan CPU Load-nya naik mencapai 100%.
Selanjutnya kami mencoba melakukan pengetesan pada RB850Gx2 dan RB750Gr3. Hasilnya, untuk RB850Gx2 dapat dilihat sebagai berikut

  

Sedangkan hasil pengetesan pada RB750Gr3 adalah sebagai berikut 


  

Dari hasil diatas terlihat bahwa untuk trafik yang mampu dilewatkan secara full duplex (transmit & receive berjalan bersamaan) pada RB850Gx2 adalah sebesar ±450Mbps dengan CPU Load mencapai 65%. Namun, pada routerboard RB750Gr3, trafik yang mampu dilewatkan sebesar ±500Mbps dengan penggunaan CPU Load yang tidak terlalu tinggi yaitu sebesar 67%.
Test 2 - Penambahan Queue Tree & Mangle
Setelah tahap pertama selesai, kita akan coba melakukan test bandwith upload dan juga download dengan menambahkan queue tree & mangle. Pengetesan pertama dilakukan pada RB450G. Dengan total troughput bandwith sebesar 150Mbps dan mangle serta queue tree 5 client dengan masing-masing bandwith sebesar 30Mbps, maka hasil yang didapat adalah sebagai berikut 

  


Terlihat bahwa pada RB450G masih mampu menghandle trafik sebesar 150Mbps dengan digunakan oleh 5 client secara bersamaan, namun penggunaan resource CPU Load-nya naik 100%.
Selanjutnya, pengetesan dilakukan pada routerboard RB850Gx2 dan RB750Gr3. Dan hasilnya untuk RB850Gx3 dapat dilihat seperti berikut ini

 
Sedangkan hasil pengetesan untuk RB750Gr3 dapat dilihat sebagai berikut 

  

Hasil pengetesan pada RB850Gx2 dan RB750Gr3 terlihat bahwa dengan penggunaan resource CPU yang lumayan cukup tinggi sekitar 81%, RB850Gx2 masih mampu menghandle trafik sebesar 150Mbps dengan digunakan oleh 5 client secara bersamaan. Sedangkan pada RB750Gr3 hasilnya cukup memuaskan yakni dengan penggunaan CPU Load hanya sekitar 45%.
Kesimpulan
Dari hasil pengetesan yang telah dilakukan pada routerboard RB450G, RB850Gx2 dan RB750Gr3, kita bisa menyimpulkan bagaimana perbandingan performa dari ketiga router tersebut. Terlihat jelas bahwa performa dari RB750Gr3 jauh lebih unggul dibandingkan dengan RB450G maupun RB850Gx2. Ketika dilewatkan trafik sebesar 150Mbps dengan menambahkan queue tree & mangle, RB750Gr3 mampu meng-handle trafik tersebut dengan CPU Load sebesar 45% sedangkan pada RB450G dan 850Gx2 CPU Load-nya mencapai 100% dan 81%. Selain itu, RB750Gr3 mampu melewatkan trafik full duplex dengan speed ±500Mbps sedangkan pada RB450G hanya mampu dengan speed maksimum 300Mbps. Dan pada RB850Gx2 hanya mampu dengan speed maksimum ±450Mbps.
Walaupun dari segi trafiknya RB750Gr3 masih lebih unggul dibandingkan dengan RB450G dan RB850Gx2, namun untuk fitur saat ini masih lebih lengkap RB450G dan RB850Gx2. Misal, pada RB750Gr3 saat ini belum tersedia fitur User-Manager karena produk ini menggunakan arsitektur baru, yakni MMIPS.

Penerapan action Netmap & Same pada Mikrotik

Pada RouterOS terdapat berbagai fitur yang sering digunakan, salah satunya adalah 'Firewall'. Network Address Translation atau disingkat NAT merupakan salah satu fungsi pada firewall yang digunakan untuk melakukan pengubahan IP Address pengirim maupun penerima dari sebuah paket data. Terdapat 2 tipe NAT, yakni Source NAT (srcnat) dan Destination NAT (dstnat).
Sudah banyak artikel yang kita bahas mengenai contoh penggunaan dua tipe NAT tersebut. Jika kita menggunakan fitur source NAT maka action yang digunakan adalah src-nat atau masquerade. Sedangkan fitur destination NAT, action yang digunakan adalah dst-nat atau redirect. Namun selain menggunakan action src-nat, dst-nat, masquerade ataupun redirect, kita juga dapat menggunakan action lainnya, yakni Netmap & Same. Seperti apa kegunaan dan contoh penerapannya?
Saat kita berlangganan internet ke sebuah ISP, metode distribusi internet dari ISP ke client berbeda-beda. Salah satu metodenya yakni dari ISP akan memberikan alokasi IP Public dan IP Private sekaligus. IP Private dipasang pada interface yang mengarah ke ISP, sedangkan jika ingin terkoneksi ke internet IP Public lah yang akan digunakan (outgoing IP). Sebagai contoh seperti topologi di berikut
Pada contoh ini, alokasi IP Public yang didapatkan adalah 192.168.30.0/24 sedangkan alokasi IP Private adalah 10.10.10.2/30. Dalam kondisi tersebut, terkadang ada kebutuhan dimana kita ingin agar semua IP Public yang didapat dari ISP terpakai. Misalnya pada jaringan lokal terdapat banyak server yang ingin dapat diakses dari Internet. Bisa saja sebenarnya semua server langsung dipasang IP Public, namun untuk alasan keamanan kita dapat memasang Router di antara server dan IP Public.
Konfigurasi Dasar
Konfigurasi dasar yang perlu dilakukan pada Router sama dengan konfigurasi dasar Mikrotik sebagai gateway namun terdapat penyesuaian pada setting NAT. IP 10.10.10.2/30 dipasang pada interface yang terhubung ke ISP (ether1) dan default-gateway Router diarahkan ke 10.10.10.1 sesuai informasi dari ISP. Sedangkan alokasi IP Public 192.168.30.0/24 sama sekali tidak dipasang pada interface Router. Kondisi jaringan seperti ini pernah juga kami bahas pada artikel 'Point To Point Addressing'.
Pada umumnya, agar PC Client dapat melakukan akses internet, fungsi srcnat dengan action=masquerade atau action=src-nat akan digunakan. Namun pada lab ini kita akan menggunakan action=netmap dan action=same
NETMAP
Netmap akan melakukan pengubahan IP Address dengan metode mapping 1:1 yang dapat diterapkan pada SRCNAT maupun DSTNAT. Syarat utamanya kedua subnet harus memiliki prefix atau jumlah host yang sama. Netmap akan memetakan masing-masing IP ke alamat IP subnet lain dengan host yang sama.
Sebagai contoh, Server pada jaringan lokal memiliki IP Address 172.16.1.254. Ketika action=netmap diterapkan pada SourceNAT, maka saat Server tersebut akses ke internet, NAT akan mengubah IP LAN tersebut ke IP Public 192.168.30.254.

 
Konfigurasi dapat dilakukan pada menu IP -> Firewall -> NAT -> Add [+] . Berikut contoh konfigurasi SRCNAT dengan action=netmap berdasarkan topologi sebelumnya.
Sampai langkah ini, jika PC Client dengan IP 172.16.1.254 akses ke internet, maka src-address akan terbaca sebagai IP Public 192.168.30.254 jika di cek pada Router ISP. Contoh tampilan torch pada Router ISP sebagai berikut : 

 
 
Jika action=netmap diterapkan pada DSTNAT maka server dengan IP Lokal 172.16.1.200 dapat diakses dari internet / public dengan menunjuk IP Public 192.168.30.200. Berlaku juga untuk server dengan IP Host lain pada LAN. Metode serupa sering disebut juga DMZ.
Konfigurasi DSTNAT dengan action=netmap dapat dilihat contohnya di bawah ini.


SAME
Action Same digunakan apabila LAN memiliki prefix yang berbeda dengan prefik pada IP Public. Misal, IP LAN memiliki prefik /24 dan akan di NAT ke IP Public dengan prefik /27. Pada saat awal koneksi, IP LAN akan diubah ke IP Public secara acak. Contoh konfigurasi SAME sebagai berikut

  

Sedikit berbeda dengan NETMAP, action SAME lebih banyak digunakan pada SRCNAT. Salah satunya ketika koneksi client pada service tertentu dibatasi, sehingga digunakan same agar tidak terlalu banyak koneksi client ke arah server.

Perbedaan Mode Station Pada Jaringan Hotspot

Salah satu fitur yang terdapat di dalam mikrotik yang digunakan untuk menghubungkan perangkat network yang satu dengan yang lainnya adalah wireless. Ada beberapa mode wireless yang sering digunakan sesuai dengan fungsinya, Apakah ingin difungsikan sebagai access point ataupun difungsikan sebagai station. Pada artikel 'Perbedaan Mode Wireless' sudah dibahas mengenai perbedaan tiap mode wirelessnya. Perlu diketahui bahwa tidak semua mode wireless dapat digunakan dalam bridge network karena tidak semua support dengan L2 bridging terutama mode wireless sebagai station (penerima). Di artikel kali ini kita akan membahas mengenai perbedaan penggunaan mode wireless disisi station pada jaringan hotspot.

  

Kita akan melakukan percobaan dengan menggunakan topologi jaringan seperti diatas. Gambaran topologinya adalah router (R1) yang difungsikan sebagai access point (pemancar) dan didalamnya juga sudah dikonfigurasi hotspot. Jika kita membuat jaringan hotspot maka biasanya didalamnya juga menggunakan fitur DHCP. Router R2 akan difungsikan sebagai station (penerima) yang akan menangkap signal dari access point (AP). Transparan bridge yang digunakan di router R2 berfungsi untuk menghubungkan client, seperti client-1 dan client-2 ke sumber internet. Dengan mode bridge ini memungkinkan network yang satu tergabung dengan network disisi yang lain secara transparan sehingga client-1 dan client-2 akan memiliki IP Address yang berada dalam 1 subnet yang sama dengan IP router AP.
Disisi station atau router R2, terdapat beberapa mode wireless yang bisa digunakan. Misal, mode station, station-bridge, station-pseudobridge, dan station-pseudobridge-clone. Nah, disini kita akan melakukan percobaan berdasarkan topologi diatas.
Pertama, kita akan membahas mengenai penggunaan mode station. Perlu diketahui bahwa mode station merupakan mode pada interface wireless yang tidak support untuk membuat network yang sifatnya bridge network. Artinya, mode ini hanya bisa digunakan untuk membentuk network yang sifatnya routing. Jadi kita tidak bisa menggunakan mode ini berdasarkan topologi seperti diatas yang dibentuk pada network yang bersifat bridging.
Kedua, penggunaan mode station-bridge. Mode ini merupakan mode yang hanya bisa digunakan apabila perangkat AP-nya menggunakan Mikrotik juga. Dan mode ini support untuk bridge network. Apabila disisi AP kita tambahkan konfigurasi hotspot dan DHCP Server seperti pada topologi diatas, maka yang terlihat disisi AP adalah sebagai berikut.

 
Dari hasil diatas membuktikan bahwa mode ini bisa digunakan untuk jaringan yang bersifat bridging, terlihat bahwa Client-1 dan Client-2 bisa mendapatkan IP yang 1 subnet dengan router AP. DHCP Leases digunakan untuk melihat perangkat-perangkat yang sudah mendapatkan IP secara otomatis dari server. Selain itu, pada parameter host di menu hotspot terlihat Mac-Address masing-masing Client beserta IP Address nya, artinya client-1 dan client-2 bisa terkoneksi ke service hotspot. Client-1 maupun clien-2 dapat terhubung ke AP karena adanya transparan bridge.
Ketiga, penggunaan mode station-pseudobridge. Mode ini merupakan pengembangan dari mode station standar. Mode ini juga support untuk bridging network. Jika kita menggunakan topologi yang ada, maka yang akan terlihat disisi AP adalah Mac-Address dari Wireless Client namun AP tidak membaca Mac-Address yang berada dibawah wireless client, dalam hal ini Mac-Address dari Client-1 dan Client-2.
 
Keempat, penggunaan mode station-pseudobridge-clone. Mode ini hampir sama dengan mode station-pseudobridge, hanya saja pada mode ini wireless client akan menforward Mac-Address yang telah didefinisikan di "station-bridge-clone-mac". Namun, apabila station-bridge-clone-mac tidak ditentukan maka wireless akan menforward Mac Address perangkat yang pertama kali terhubung ke AP. Sebagai contoh Client-1 terhubung pertama kali ke hotspot server sehingga Mac-Address yang terlihat di host hotspot adalah Mac-Address Client-1. Kemudian, jika Client-2 terhubung ke hotspot server, maka yang terlihat di AP tetep menggunakan Mac-Address dari Client-1, seperti pada gambar berikut ini.
 
Dari hasil yang telah dilakukan baik menggunakan mode station standar hingga mode station-pseudobridge-clone, maka kita bisa memilih mode yang ingin digunakan sesuai dengan kebutuhan dan topologi yang dibangun.

Konfigurasi Dasar MPLS di MikroTik

Multiprotocol Label Switching (atau disingkat MPLS) merupakan sebuah metode transmisi data yang menggunakan label untuk melakukan forwarding paket data. Dengan penggunaan label ini maka pengiriman paket data akan dilakukan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok yang ditransmisikan tidak terkait dengan kelompok lainnya. Dengan penggunaan label dalam transmisi data MPLS merupakan metode transmisi dengan beban proses yang minimal.
MPLS sendiri dikenal sebagai layer 2,5 (karena dalam system OSI terletak antara OSI layer 2 dan layer 3). Untuk penambahan header MPLS memanfaatkan L2MTU yang mana disetiap header dapat mengandung satu atau beberapa label (shims) yang masing-masing berukuran 32bit (Label - 20bits, EXP - 3bits class of services, End of stack flag - 1bit, TTL - 8 bits).

How MPLS Work?
Prinsip kerja dari MPLS ini adalah menggabungkan kecepatan switching pada layer 2 dengan kemampuan routing dan skalabilitas pada layer 3. MPLS akan menyelipkan label diantara header layer 2 dan layer 3 pada paket yang diteruskan.
Label ini ditambahakan dan juga akan dihilangkan oleh LER (Label Edge Router) yang mana sebagai penghubung antara jaringan MPLS dan jaringan luar. Label ini berisi informasi tujuan node selanjutnya kemana paket harus dikirim. MPLS sudah menyiapkan jalur aliran data ke semua kombinasi node yang disebut sebagai LSP (Label Switching Path). Setiap router yang tergabung dalam jarinagn MPLS berperan serta dalam pembuatan LSP ini. Selanjutnya paket data disalurkan ke setiap LSR (Label Switching Router) sesuai LSP yang sudah ditentukan sebelumnya.
Dari komponen MPLS diatas (LER & LSR) masing-masing memiliki tugas sendiri:
LER (Label Edge Router)
  • Menambahkan Label (Insert) ketika trafik datang (Ingress).
  • Menambah label lagi (Stack) jika ada service tambahan.
  • Menghilangkan semua label (POP) pada trafik keluar dari MPLS (Egress).
LSR (Label Switching Router)
  • Melakukan forwarding packet (SWAP) berdasarkan label (LSP) yang sudah dibuat.
  • Menghilangkan Label terluar (POP) jika terjadi Label Stack.
Posisi Router dalam MPLS

Masing-masing perangkat router dalam MPLS juga mempunyai peran yang secara umum dibedakan menjadi 3 jenis:
  1. P (Provider Router) - Router backbone yang melakukan label switching (LSR). Tidak melibatkan routing internet atau routing dari customer.
  2. PE (Provider Edge Router) - Router yang melakukan Label Popping (LER). Router yang terhubung ke berbagai service: Internet, L3VPN, L2VPN/VPLS, TE (Traffic Engineering).
  3. CE (Customer Edge Router) - Perangkat yang ada di customer yang akan berkomunikasi dengan PE
Konfigurasi Dasar MPLS pada MikroTik

Selanjutnya kita akan mencoba melakukan konfigurasi sederhana jaringan MPLS menggunakan router MikroTik. Di MikroTik sendiri fitur MPLS akan bisa digunakan ketika package MPLS.npk sudah diinstall. Pastikan package tersebut sudah ditambahkan sebelumnya.

Untuk konfigurasinya kita kan membangun jaringan dari 7 routerboard yang masing-masing ada yang menjadi P (Provider), PE (Provider Edge) dan CE (Customer Edge). Lebih detail topologinya seperti gambar berikut.



Sesuai gambar topologi diatas 5 router akan tergabung dalam jaringan MPLS (P & PE) kemudian dimasing-masing PE terhubung ke CE yang mana komunikasi LAN antar CE adalah satu segment. Supaya dapat komunikasi satu segment nanti kita akan membuat VPLS Interface yang menghubungkan antar PE kemudian dilakukan Bridging dengan interface yang terhubung ke CE.

Untuk komunikasi perangkat di jaringan MPLS kita akan menggunakan IP Loopback dimasing-masing perangkat. Supaya IP Loopback ini dapat diakses di semua perangkat kita akan melakukan routing dinamic menggunakan OSPF. IP Loopback ini akan digunakan sebagai LSR-ID dan juga Transport Address untuk komunikasi MPLS.

Langkah awal, kita setting ospf dengan backbone area untuk 'advertise' IP Loopback tersebut. Konfigurasi OSPF Backbone area bisa dilihat pada artikel sebelumnya disini. Yang perlu diperhatikan dari konfigurasi OSPF ini adalah di masing-masing router MPLS pastikan routing ke IP Loopback setiap router sudah muncul.





Contoh Route List dari masing-masing PE

Setelah semua IP Loopback sudah masuk di Route List, kita akan konfigurasi jaringan MPLSnya. Pilih Menu MPLS --> MPLS --> LDP Interface --> Klik Add [+]. Kita tentukan interface dari router yang tersambung ke router lainnya yang berada di dalam jaringan MPLS.



Selanjutnya di TAB yang sama (LDP Interface), kita juga konfigurasi pada "LDP Settings". Disitu kita aktifkan LDP (Label Distribution Protocol) dengan mencentang opsi 'Enabled'. Dan juga di parameter "LSR ID" dan "Transport Address", kita isikan alamat IP Loopback yang terpasang di router.



Konfigurasi diatas dilakukan pada setiap router yang terhubung ke jaringan MPLS (yaitu Router P & PE).

Setelah konfigurasi tersebut dilakukan di masing-masing router P & PE secara otomatis jaringan MPLS sudah aktif. Untuk pengecekan kita bisa melakukan test traceroute dari ujung (PE) ke PE lainnya. Dari hasilnya nanti pada status akan ada informasi dari Label yang digunakan pada setiap hop.


Konfigurasi VPLS Tunnel di MPLS


Setelah jaringan MPLS terbentuk, kita akan menghubungkan kedua perangkat CE sesuai topologi diatas melalui jaringan MPLS. Karena perangkat CE tidak masuk kedalam jaringan MPLS, kita membutuhkan sebuah tunnel untuk koneksinya. Ada beberapa macam metode tunnel yang digunakan di dalam jaringan MPLS namun pada umumnya banyak digunakan yaitu VPLS.

VPLS (Virtual Private LAN Services) ini bisa juga disebut sebagai L2VPN atau juga EoMPLS. VPLS tunnel sendiri kita buat disisi router PE yang terhubung ke masing-masing CE. Jadi tidak perlu kita buat tunnel di setiap router dalam MPLS.

Untuk pembuatan VPLS kita masuk ke menu MPLS --> VPLS --> Klik Add [+]. Dan pada TAB "General" kita tentukan parameter Remote Peer dan VPLS ID.
  • Remote Peer - Kita isikan dengan IP Loopback dari router PE lawan.
  • VPLS ID - Kita isikan dengan penomoran yang unik disetiap tunnel yang terbentuk. Harus sama nilainya antar router yang melakukan peering.



Jika dilihat lagi topologi diatas untuk komunikasi dari kedua router CE menggunakan segment network yang sama. Untuk itu setelah tunnel terbentuk dan dipastikan terkoneksi (flag R) kita akan setting bridging dengan interface PE yang terhubung ke CE di masing router PE.

Fitur IP Accounting di RouterOS Mikrotik

Router Mikrotik memiliki beberapa tool yang bisa digunakan untuk melakukan monitoring/pemantauan terhadap traffic yang lalu lalang di router. Semua tool tersebut dapat digunakan untuk memudahkan admin jaringan dalam melakukan pemantauan jaringan maupun pencatatan laporan penggunaan internet. Pemantauan berkala seperti rata-rata penggunaan bandwith perbulan sampai yang harus real time disediakan oleh Mikrotik.
Seperti tool satu ini, sebenarnya sudah lama ada di fitur RouterOS Mikrotik yaitu IP Accounting. Tool IP Accounting merupakan salah satu fitur yang digunakan untuk mencatat semua trafik IP yang melewati router. Fitur ini dapat mempermudah Admin jaringan dalam melakukan pemantauan traffic data yang digunakan oleh masing masing user, berdasarkan IP address yang terpasang di setiap user.
Konfigurasi yang bisa dilakukan cukup mudah, cukup dengan mengaktifkan saja fitur Accounting yang berada di menu IP => Accounting. 

menu accounting 
 
Cara aktivasinya dengan memberikan tanda cek (√) pada parameter enable accounting. Dengan melakukan hal tersebut secara system, IP Acounting di router Anda sudah aktif. 

IP-accounting
Supaya IP Accounting router tersebut bisa di akses via web browser, aktifkan web access dengan masuk ke tombol web access kemudian berikan tanda cek(√) pada parameter Accessible via Web. Kemudian isikan parameter Address dengan IP address dari PC atau laptop yang digunakan untuk melakukan monitoring.
via web accounting
Cara akses hasil dari accounting, pertama Buka Browser kemudian tuliskan alamat "IProuter/accounting/ip.cgi" . Berikut Contoh tampilan dari akses via web browser. 
tampilan web
Selain tampilan web browser yang harus kita refresh untuk melihat traffic real timenya, sebenarnya bisa juga dilihat langsung di winbox dengan menekan tombol snapshot kemudian Take Snapshot. 

take snapshot 
 
Namun jika hanya melihat tampilan angka-angka seperti pada tampilan web access maupun Snapshot, pasti kurang di sukai atau kurang enak di pandang mata. Jika melihat data seperti itu lebih enak jika berbentuk Grafik apalagi bisa memiliki warna, agar tidak bosan untuk melihat. Untuk itu bisa menggunakan Aplikasi untuk merubah data angka tersebut menjadi sebuah grafik yang lebih enak dilihat.
Aplikasi IP Traffic memang ada beberapa, ada salah satu yang kita coba namanya Attix. Untuk download aplikasi Attix klik di sini .

Konfigurasi yang harus dilakukan sebelum menjalankan aplikasi Attix ini, pertama adalah melakukan setting pada file 'snifferservice.ini' dan sesuaikan dengan jaringan yang ada di Router.
sniffer service
Kemudian install file aplikasi dengan nama 'SnifferService.exe', setelah melakukan instalasi service 'sniffer' akan aktif, dengan meliki status 'Running'.
task manager
Hasil dari traffic data bisa dilihat jika Anda membuka aplikasi dengan nama file 'SniffViewer.exe' maka hasilnya akan seperti berikut.
hasil
Dengan Aplikasi ini tampilan data setiap client berdasarkan IP address bisa dilihat dengan tampilan yang lebih menarik.

Perbandingan Performa RB450G,RB850Gx2 dan RB750Gr3

Ada yang baru dari produk Mikrotik. Penasaran produk baru seperti apa yang diperkenalkan oleh Mikrotik. Bagi yang mengikuti MUM di Indones...